Home / PEMERINTAH / Jurpala Indonesia: Bimtek Sengketa Lingkungan Jangan Sekadar Seremonial

Jurpala Indonesia: Bimtek Sengketa Lingkungan Jangan Sekadar Seremonial

Jakarta – KOSMI INDONESIA – Jurpala Indonesia kritisi Kegiatan yang di gelar Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Republik Indonesia yang mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemeriksaan Sengketa Lingkungan Hidup di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, mulai 6 hingga 8 Juli 2025, bertempat di Hotel Novotel, Semarang, Jawa Tengah, bertujuan meningkatkan kompetensi hakim dalam menangani sengketa lingkungan hidup yang semakin kompleks, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, yang dinilai membawa sejumlah perubahan signifikan dalam regulasi lingkungan.

Dalam Acara tersebut juga diikuti oleh 64 peserta, terdiri dari 62 hakim PTUN dari berbagai daerah di Indonesia, serta perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dan Biro Hukum Setda Jawa Tengah. Serta Sejumlah pejabat tinggi Mahkamah Agung turut memberikan materi, termasuk Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H. selaku Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA RI, serta Prof. Dr. Adji Samekto, S.H., M.Hum. dari Universitas Diponegoro, dan Dr. Dodi Kurniawan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Kritik dari Aktivis Lingkungan

Menanggapi pelaksanaan Bimtek, Jurnalis Pecinta Alam dan Peduli Bencana (Jurpala Indonesia) menyampaikan apresiasi namun sekaligus memberikan catatan kritis.

“Kami berharap Bimtek ini tidak hanya seremonial dan sekadar menggugurkan kewajiban. Harus ada output nyata dan progres konkret dalam penegakan hukum lingkungan hidup. Jangan sampai hanya berhenti di forum pelatihan,” ujar perwakilan Jurpala Indonesia dalam keterangannya.

Menurut Jurpala, penyelesaian sengketa lingkungan pasca UU Cipta Kerja harus benar-benar berpihak pada keberlanjutan ekosistem dan hak masyarakat yang terdampak. Mereka menyoroti perlunya akuntabilitas dan transparansi dalam setiap putusan hakim, terutama ketika berhadapan dengan kepentingan korporasi.

para aktivis berharap Mahkamah Agung juga membuka ruang kolaborasi multi-pihak, termasuk dari komunitas lingkungan dan masyarakat sipil, dalam merumuskan arah pembaruan hukum lingkungan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *